1. Aliran Realisme
Realisme adalah
aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran ada sebagai
suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan intelegensi.
Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan
bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan
pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam
ini, bukan pada ide atau jiwa.
Tokoh realisme
adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran ini berpandangan bahwa
hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik. Ada 3
golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial, dan
realisme yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki pemberian
pengetahuan yang luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih ingatan.
Realisme sosial berusaha mempersiapkan individu untuk hidup bermasyarakat.
Realisme yang bersifat ilmiah atau realisme ilmu menekankan pada penyelidikan
tentang alam. Francis Bacon (1561–1626) seorang tokoh realisme ilmu
berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia. Pandangannya tentang
manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya. (Sadulloh: 2003: 36)
2. Bentuk – Bentuk Realisme
Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk.
Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2)
Realisme Naturalis.
Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme
klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”.
Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh
Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas
Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja.
Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut
tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori
oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi
adalah nyata, dan berada diluar fikiran (idea) yang mengamatinya. Tetapi
sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan,
dan jiwa lebih penting daripada materi karena Tuhan adalah rohani yang
sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu
perpaduan/kesatuan materi dan rohani dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia
bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke
dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari
kebahagiaan abadi.
a. Realisme klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional.
Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri
rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”,
dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident merupakan
hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas
pembuktian tentang realitas dan pembenaran sekaligus. Self evident merupakan
suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti
tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan
asas untuk mengerti kebenaran dan
sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi
pengetahuan artinya pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan
atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah
bersifat self evident. Artinya bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan
bukti-bukti lain sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa
hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut.
Eksistensi Tuhan merupakan prima kausa, penyebab pertama dan utama dari
segala yang ada, yakni merupakan penyebab dari realitas alam semesta. Sebab, dari
semua kejadian yang terjadi pada alam semesta. Tujuan pendidikan bersifat
intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai
tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Bahan pendidikan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman
manusia. Yang esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari
pengalaman manusia. Kneller (1971) mengemukakan bahwa realisme klasik
bertujuan agar anak menjadi manusia bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik terhadap lingkungan fisik dan sosial. “For the classical
realist the purpose of education is enable the pupil to become an
intellectually well-balanced person, as
against one who is symply well adjust to the physical and social amvironment”.
Menurut Aristoteles, terdapat aturan, terdapat aturan moral universal
yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai mahklul nasional. Di
sekolah lebih menekankan perhatiannya pada mata pelajaran (subject matter),
namun, selain itu, sekolah harus menghasilkan individu-individu yang sempurna.
Menurut pandangan Aristoteles,manusia sempurna adalah manusia moderat yang
mengambil jalan tengah. Pada anak harus diajarkan ukuran moral absolute dan
universal, sebab apa yang diklatakan baik atau benar adalah untuk keseluruhan
umat manusia, bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok masyarakat
tertentu. Hal ini penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan baik. Kebaikan
tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari.
b. Realisme Religius
Realisme religius dalam pandangannya tampak
dualisme. Ia berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order
natural” dan “order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada Tuhan.
Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses
untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai
dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam. Hakikat kebenaran
dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat,
melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus mencerminkan kebenaran
tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur sosial
berakar pada aristokrai dan demokrasi. Letak aristokrasinya adalah paada cara
meleakkan kekuasaan pada yang lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari.
Demokrasinya berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk
memegang setiap jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan antara gereja dan
negara adalah menjaga fundamental dasar dualisme antara order natural dan order
supernatural. Minat negara terhadap pendidikan bersifat natural, karena negara
memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan gereja. Moral pendidikan
berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk
mencapai Tuhan dan akhirat.
Menurut realisme religius, karena keteraturan
dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus
mempelajari alam sebagai ciptaan Tuhan. Tujuan utama pendidikan mempersiapkan
individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa
memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian
terhadap lingkungan fisik dan sosial saja. William Mc Gucken (Brubacher, 1950),
seorang pengikut Aristoteles dan Thomas Aquina yang berakar pada metafisika dan
epistemologi, membicarakan pula natural
dan supernatural. Tujuan pendidikan
adalah keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan
rohani sekaligus. Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan
baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Anak akan menerima
kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya karena perintah akal, melainkan
juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius merupakan pemikiran
pendidikan yang dapat digolongkan pada realisme religius, mengemukakan bahwa
semua manusia harus berusaha untuk mencapai dua tujuan. Pertama, keselamatan
dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua, keadaan dan kehidupan dunia yang
sejahtera dan damai. Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren dalam diri manusia, di mana tujuannya terletak di luar
hidup ini. Pada tujuan yang kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan
perdamaian dunia merupakan sebagian dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Realisme natural ilmiah
Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa
manusia adalah organisme biologis dengan sistem saraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial (social
dispossition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat
kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan
penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (free will). Mereka
bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan
fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih,
kenyataannya merupakan suatu determinasi
kausal (ketentuan sebab akibat).
a. Neo Realisme dan Realisme Kritis
Selain aliran-aliran realisme, masih ada lagi
pandanga lain yang termasuk realisme. Aliran tersebut disedut “Neo Realisme”
dari Frederick Breed, dan “Relisme Kritis” dari Imanuel Kant. Menurut pandangan
Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip demokrasi. Prinsip
pertama demokrasi adalah hormat menghormati atas hak-hak individu. Pendidikan
sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan sosial dan
individu. Istilah demokrasi harus di definisikan sebagai pengawasan dan
kesejahteraan sosial.
Realisme kritis di dasarkan atas pemikiran
Imanuel Kant, seorang pensistensis yang besar. Ia mensistensiskan pandangan
yang berbeda antara empirisme dan rasionalisme, antara skeptisisme dan paham
kepastian antara eudaemonisme dengan puritanisme. Ia bukan melakukan elektisime
yang dangkal, melainkan suatu sintesis asli yang menolak kekurangan yang berada
pada kedua pihak yang disentiskannya, dan ia membangun filsafat yang kuat.
Adapun bukti-bukti adanya realitas yang
objektif ini dimajukan sebagai berikut :
1. Apa-apa yang terdapat pada pengalaman dalam dan
luar itu memberikan sebab yang harus berupa realitas (bukti kausal).
2. Pengalaman yang tidak kita kehendaki sendiri
(jadi bukan fantasi) tak mungkin jika taj ada hal-hal di luar kita (bukti
substrat).
3. Adanya hal-hal sebelum adanya pengalaman itu
mengharuskan adanya hal-hal itu
tidak tergantung dari pengalaman (bukti kontiunitas).
Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari
pengalaman, namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal
melalui indra namun pikiran atau rasio dan pengertian yang diperoleh dari
pengalaman tersebut. Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah
gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.
Sumber:
Sadullah, Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung
: Alfabeta.
Sadulloh, uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar