Filsafat menurut Immanuel Kant adalah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok dan pangkat dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat
persoalan yaitu:
1.
Apakah yang dapat saya harapkan?
(jawabannya pada Agama)
Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.
Meskipun Kant lebih dikenal sebagai filsuf yang berkecimpung dalam
bidang epistemologi dan etika, tetapi kajian tentang Tuhan pun tak luput dari
penelaahannya. Dalam bidang keagamaan atau Teologi, Kant menolak bukti-bukti
“onto-teologis” adanya Tuhan. Artinya, menurutnya, Tuhan itu, statusnya bukan
“objek” inderawi, melainkan a priori yang terletak pada lapisan ketiga (budi
tertinggi) dan berupa “postulat” (Asumsi yg menjadi pangkal dalil yg dianggap
benar tanpa perlu membuktikannta; anggapan dasar).
Immanuel Kant berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang
Tuhan harus berasal dari penalaran; oleh karena itu, ia menyerang bukti-bukti
tentang keberadaan Tuhan, dengan menyangkali keabsahannya. Kant berpendapat
bahwa tidak dapat ada terpisah pengalaman yang dapat dibuktikan melalui
pengujian. Dalam hal ini, Kant mengkombinasikan rasionalisme (kebertumpuan pada
penalaran manusia) dan empirisme (pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah).
Bagi Kant, Tuhan bukanlah soal teoretis, melainkan soal praktis,
soal moral, soal totalitas pengalaman, dan arti atau makna hidup terdalam (ini
dampak positifnya). Dampak negatifnya adalah bahwa sebagai “postulat’
(penjamin) moralitas, Tuhan adalah konsekuensi moralitas, maka moralitas
merupakan dasar keberadaan Tuhan. Karena itu, muncul tendensi pada Kant untuk
meletakkan agama hanya pada tataran moralitas semata atau perkara horizontal
saja (hubungan antar manusia saja atau soal perilaku di dunia ini saja).
Konsekuensinya, agamanya Kant, tidak memerlukan credo (kepercayaan).
Kant menyatakan bahwa memang Tuhan hanya bisa didekati melalui iman
dan iman itu dilandasi oleh hukum moral. Hukum moral mewajibkan kita untuk
selalu melakukan kebaikan. Tetapi hukum moral ini mensyaratkan tiga hal utama,
yaitu: kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan.
Pertama, kewajiban
tentu mengandaikan kebebasan. Kita bebas untuk tidak menjalankan hukum moral
untuk melakukan kebaikan. Maka kemudian hukum moral menjadi wajib. Kebaikan
menjadi wajib dilakukan. Apabila tidak ada kebebasan maka tidak akan ada
kewajiban. Karena manusia bebas untuk melakukan atau tidak melakukan kebaikan
maka kemudian muncul kewajiban untuk melakukan kebaikan.
Kedua, adalah
keabadian jiwa. Hukum moral bertujuan untuk mencapai kebaikan tertinggi.
Kebaikan tertinggi ini mengandung elemen keutamaan dan kebahagiaan. Orang
dinyatakan memiliki keutamaan apabila perbuatannya sesuai dengan hukum moral.
Dari keutamaan inilah kemudian muncul kebahagiaan.
Tetapi menurut Kant, manusia itu tidak akan selalu mencapai kondisi
keutamaan. Tidak akan pernah manusia mencapai kesesuaian kehendak dengan hukum
moral. Karena apabila manusia bisa mencapai kesesuaian ini tanpa putus maka itu
adalah kesucian dan tidak ada manusia yang akan pernah mencapai kesucian
mutlak. Manusia hanya akan selalu berusaha untuk mencapai kesucian itu, dan itu
adalah perjuangan tanpa akhir. Karena egoisme dan sifat dasar manusia lainnya,
maka perjuangan mencapai kesucian itu adalah perjuangan tanpa akhir. Oleh sebab
itu, keutamaan yang menjadi elemen kebaikan tertinggi yang menurpakan tujuan
akhir dari hukum moral tidak akan pernah bisa direalisasikan selama manusia
hidup. Dengan kata lain kondisi ideal dimana terjadi kesesuaian antara kehendak
dan hukum moral adalah jika manusia sudah tidak memiliki kehendak (mati),
tetapi apabila setelah mati tidak ada kehidupan maka kondisi ideal itu juga
tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, maka hukum moral mengandaikan bahwa jiwa
itu abadi. Bahkan setelah raga ini mati jiwa akan selalu abadi untuk mencapai
kondisi ideal berupa kebaikan tertinggi.
Ketiga, adalah
keberadaan tuhan. Telah dijelaskan bahwa kebaikan tertinggi memiliki elemen
keutamaan dan kebahagaiaan. Keutamaan adalah kesesuaian antara kehendak dengan
hukum moral dan dari keutamaan inilah muncul kebahagiaan. Kebahagiaan sendiri
adalah kondisi di mana realitas manusia sesuai dengan keinginan dan
kehendaknya. Tapi hal itu tidaklah mungkin karena manusia bukan yang maha
pengatur yang bisa mengharmoniskan dunia fisik sesuai dengan kehendak dan
keinginannya. Tapi justru itulah yang diandaikan apabila kita memiliki
keutamaan. Kebahagiaan diandaikan sebagai sintesis dari dunia fisik, kehendak,
dan keinginan. Realitas inilah yang kemudian disebut tuhan. Tuhan adalah
penyebab tertinggi alam sejauh alam itu diandaikan untuk kebaikan tertinggi
atau tuhan adalah pencipta alam fisik yang sesuai dengan kehendak dan
keinginan-Nya.
Apabila kita bertindak sesuai hukum moral maka akan membawa kita
pada keutamaan dan keutamaan akan membawa kita pada kebahagiaan dan kebahagiaan
adalah kondisi di mana terdapat kesesuaian antara alam fisik dengan kehendak
dan keinginan. Dan yang memiliki kesesuaian ketiga elemen ini adalah Tuhan.
Maka, dengan berbuat baik kita akan sampai pada realitas keberadaan Tuhan.
Artinya hukum moral mengandaikan keberadaan Tuhan.
Jika tiga syarat (kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan) ini tidak diandaikan keberadaanya, maka runtuhlah sistem moral. Padalah sistem moral itu selalu ada. Kebaikan selalu ada dan manusia selalu mencoba mewujudkan kebaikan tersebut. Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.
Jika tiga syarat (kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan) ini tidak diandaikan keberadaanya, maka runtuhlah sistem moral. Padalah sistem moral itu selalu ada. Kebaikan selalu ada dan manusia selalu mencoba mewujudkan kebaikan tersebut. Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.
2.
Apakah yang seharusnya saya ketahui? (jawabannya Epistemologi)
Menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan
ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila
pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada
pengalaman, bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori. Kant
memulainya dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya
seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat
pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui?.
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama
yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio). Pengalaman yang
diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh pemahaman rasio kita dan
menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan manusia selalui bersifat
apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa pengalaman indrawi maka
pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa pemahaman rasio pun
pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan panca indra belaka yang tidak
akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang menjadikannya sebagai
sebuah pengetahuan.
Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang kemudian diolah
oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang menyeluruh dan
teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa dialami oleh
pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi hanya
sebagai sebuah hipotesis belaka.
Menurutnya, proses pengetahuan melalui tiga tahap yakni,
pertama, pengetahuan inderawi: segala data pada awalnya masuk melalui
indera kita (a posteriori/pengalaman iderawi). Kedua, Verstand merupakan
bagaian akal sederhana (a priori) yang lebih dominan. Ketiga, Vernumft
merupakan bagian akal yang lebih canggih (a priori) yang lebih dominan.
Pengetahuan ada tiga macam yaitu: pertama, pengetahuan analitis a
priori (statement yang berupa definisi tentang subjek): pengetahuan yang hanya
menganalisis tentang subjek. Kedua, pengetahuan sintetis a posteriori: ada
unsur baru yang ditempelkan pada subjek berdasarkan pengalaman dengan subjek.
Ketiga, pengetahuan sintetis a priori: pengetahuan yang lekat dengan
Matematika, sehingga ada unsur-unsur baru tetapi hanya merupakan hasil
kalkulasi angka-angka matematis. Karena itu, Metafisika bisa digolongkan
sebagai pengetahuan jenis ketiga ini.
3.
Apakah yang harus saya perbuat? (jawabannya etika)
Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan
sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan
objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif.
Pemikiran berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam
tatanan alam (Stoa, Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai
kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros),
perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas).
Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang
tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan
bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas
atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri.
Kant mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis. Kant
mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara mutlak.
Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik.
Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu
di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh
perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak baik karena
memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas.
Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena
perbuatan baik tidak membuktikan kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku
apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu kewajibannya. Kant selalu
merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan
perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris.
4.
Apakah manusia itu? (jawabannya antropologi).
Pandangan Immanuel Kant tentang Manusia.
Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya, dan
bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenang-wenang. Di
dalam segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun
kepada orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan.
Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri.
Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman
(pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui
kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas.
Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada dan
yang mungkin ada. Filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung
didalmnya ilmu-ilmu metafisika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar