Eksistensialisme
sebagai aliran filsafat dikenal pada abad ke -20. Eksistensialisme berasal dari
pemikiran Soren Kierkegaard ( Denmark, 1833-1855 ), namun Jean Paul Sartre
(1905-1980) yang mempopulerkan aliran ini. Selain dua tokoh di atas, masih
banyak tokoh-tokoh dalam aliran ini. Berikut akan diuraikan para tokoh tersebut
:
a. Soren
Kierkegaard
Soren
Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di
Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf
dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark.
Kierkegaard menentang
keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel
meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang
sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu
“aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”.
Inti pemikirannya
adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa
menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari
cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian
dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap
kemungkinan. manusia selalu berkembang, berproses ke arah yang lebih baik.
Kesadaran akan diri merupakan kata kunci, karena melalui kesadaran akan dirinya
inilah manusia berproses ke arah yang lebih baik. Kesadaran akan diri muncul
bila manusia memiliki kebebasan menentukan.
b. Jean
Paul Satrte
Jean Paul Sartre
(1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris dan meninggal di Paris, 15
April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ia
berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut
Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di
Universitas Sorbone. Ia dianggap yang mempopulerkan aliran eksistensialisme.
Sartre menyatakan,
eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L’existence précède l’essence).
Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak
lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu,
menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan
manusia (L’homme est condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan
manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan
mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup
dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
c. Martin Heidegger
Martin Heidegger (lahir
di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86
tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di
bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di
sana 1928.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.
d. Friedrich Nietzsche
Menurut Friedrich,
manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk
berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia
super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan
kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita
orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
e. Nicholas Berdyaev
Berdyaev dilahirkan di
Kiev dalam suatu keluarga militer aristokrat. Ia hidup sendirian di masa
kanak-kanaknya di rumah, dan perpustakaan ayahnya memungkinkannya banyak
membaca. Ia membaca karya-karya Hegel, Schopenhauer, dan Kant ketika usianya
baru 14 tahun dan ia menguasai berbagai bahasa asing.
Filsafatnya dicirikan
sebagai eksistensialis Kristen. Ia sangat memperhatikan kreativitas dan
khususnya kemerdekaan dari segala sesuatu yang menghalangi kreativitas.
Berdyaev adalah seorang Kristen yang saleh, namun ia sering kali kritis terhadap
gereja yang mapan. Sebuah artikel pada 1913 mengecam Sinode Kudus dari Gereja
Ortodoks Rusia menyebabkan ia dituduh menghujat, dan hukumannya adalah
pembuangan ke Siberia seumur hidup. Perang Dunia dan Revolusi Bolshevik membuat
ia tidak pernah diajukan ke pengadilan.
Sumber:
Achmad
Dardiri. Aspek-aspek Filsafat dan Kaitannya Dengan Pendidikan.Majalah
Ilmiah Fondasi Pendidikan, Volume 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar