a. Metafisika Al-Ghazali
Dalam pemikiran filsafat
Al-Ghazali, terdapat empat unsur pemikiran filsafat yang mempengaruhinya.
Keempat unsur tersebut sebenarnya merupakan hal-hal yang ditentang oleh
Al-Ghazali, yaitu:
1) Unsur pemikiran kaum
mtamakallimin
2) Unsur pemikiran kaum
filsafat
3) Unsur kepercayaan kaum
bathiniah
4) Unsur kepercayaan kaum
sufi
Menurut Al-Ghazali
terdapat beberapa buah filosof yang dipandang tersebut antara lain: Tuhan tidak
mempunyai sifat; Tuhan mempunyai substansi dan tidak mempunyai hakikat; Tuhan
tidak dapat diberi sifat; planet-planet adalah bintang yang bergerak dengan
kemauan; Hukum alam tak dapat berubah; dan Jiwa planet-planet mengetahui semua.
Di samping itu Al-Ghazali
juga telah berpolemik terhadap filsafat pada umumnya yang tertuang di dalam
karya beliau yang berjudul Tahafut al-Falasifah. Dalam buku tersebut secara
umum Al-Ghazali menyerang pendapat-pendapat filsafat Yunani dan filsafat Ibnu
Sina yang meliputi 20 masalah antara lain:
1) Al-Ghazali menyerang dalil-dalil filsafat
(Aristoteles) tentang azalinya alam dan dunia. Di sini Al-Ghazali berpendapat
bahwa alam (dunia) berasal dari tidak ada menjadi ada sebab diciptakan oleh
tuhan.
2) Al-Ghazali menyerang pendapat kaum
filsafat (Aristoteles) tentang pastinya keabadian alam. Ia berpendapat bahwa
soal keabadian alam itu terserah kepada Tuhan semata-mata. Mungkin saja alam
itu terus menerus tanpa akhir andaikata Tuhan menghendakiniya. Akan tetapi
bukanlah suatu kepastian harus adanya keabadian alam disebabkan oleh dirinya
sendiri di luar iradat Tuhan.
3) Al-Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui soal-soal yang kecil-kecil (juz iyat).
3) Al-Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui soal-soal yang kecil-kecil (juz iyat).
4) Al-Ghazali juga menentang pendapat
filsafat bahwa segala sesuatu terjadi dengan kepastian hukum sebab dan akibat
semata-mata, dan mustahil ada penyelewengan dari hukum itu. Bagi Al-Ghazali
segala peristiwa yang serupa dengan hukum sebab akibat itu hanyalah kebisaaan
(adat) semata-mata, dan bukan hukum kepastian.
Dalam hal ini jelas
Al-Ghazali meyokong pendapat Ijraul-’adat dari Al-Asyari. Tiga pikiran filsafat
metafisika yang menurut Al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan yang
oleh karenanya para filosof harus dinyatakan sebagai orang ateis ialah:
1) Qadim-Nya alam.
2) Tidak mengetahuinya Tuhan terhadap
soal-soal peristiwa kecil.
3) Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.
b. Epistimologi Imam Al-Ghazali
Al-Ghazali memandang bahwa
manusia memperoleh pengetahuan melalui dua cara. Pertama, melalui belajar
dibawah bimbingan seorang guru, serta dengan menggunakan indera dan akal.
Melalui cara ini, manusia mengenal inderawi, menghasilkan ilmu dan pengetahuan,
serta mempelajari huruf dan keahlian. Kedua, melalui belajar yang bersifat
Rabbani atau belajar Ladunni, dimana terungkap pengetahuan hati secara langsung
melalui ilham dan wahyu.
Pengetahuan yang bersifat Rabbaniyah atau
pengetahuan Ladunniyah adalah tingkatan tertinggi pengetahuan. Pengetahuan ini
membutuhkan ibadah, kezuhudan Mujahadah (mendekatkan diri kepada Allah), dan
olah batin (Riyadhah an-Nafs) atas akhlak yang mulia. Sepertinya al-Ghazali
mengaitkan antara keluhuran dan kesempurnaan jiwa manusia dengan keluhurannya
dalam memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, semakini meningkat dan luhur
jiwa manusia melalui kontrakanya dengan Allah SWT, maka semakini berkembang
pengetahuannya.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui
alat indera dan akal adalah pengetahuan yang terbatas, dan pengetahuan itu
sendiri tidak mengaitkan manusia dan alam ghaib. Sedangkan pengetahuan
Rabbaniyah adalah satu-satunya pengetahuan yang mengaitkan manusia dengan Allah
SWT. pengetahuan inilah yang dapat membuat manusia memperoleh ketenangan,
kebahagiaan, dan kenikmatan pengetahuan sejati. Dan manusia tidak akan
memperoleh pengetahuan Rabbaniyah, kecuali melalui pembersihan jiwa dari
sifat-sifat tercela, dan pendekatan jiwa dengan sifat-sifat terpuji yang
membuatnya siap menerima pengetahuan Rabbaniyah, yaitu pengetahuan sejati.
c. Aksiologi Al-Ghazali
Menurut Imam Al-Ghazali
orang sufi benar-benar berada di atas jalan yang benar , berakhlak yang baik
dan berpengetahuan. Manusia sejauh mungkin meniru perangai dan sifat-sifat
Tuhan seperti pengasih, penyayang, pengampun (pemaaf), dan sifat-sifat yang
disukai Tuhan, sabar, jujur, takwa, ikhlas, zuhud, beragama dan sebagainya.
Dalam Ihya ‘Ulumuddin itu Al-Ghazali mengupas rahasia-rahasia ibadat dan
tasawuf dengan mendalam sekali. Misalnya dalam mengupas soal at-thaharah ia
tidak hanya mengupas kebersihan badan lahir saja, tetapi juga kebersihan
rohani.
Dalam penjelasannya yang
panjang lebar tentang salat, puasa, dan haji. Kita dapat menyimpulkan bahwa
bagi Al-Ghazali semua amal ibadah yang wajib itu merupakan pangkal dari segala
jalan pembersihan rohani.
Al-Ghazali melihat sumber
kebaikan manusia itu terletak pada kebersihan rohaninya dan asa akrabnya
terhadap Tuhan. Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan
sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan
rahmat bagi sekalian alam. Alghazali juga sesuai dengan prinsip Islam, mengakui
bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga materi. Hanya pemakainya yang
disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar