a. Tingkat Pencerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)
Unsur a priori, pada
taraf ini, disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan unsur a priori
ini membuat benda-benda objek pencerapan ini menjadi ‘meruang’ dan ‘mewaktu’.
Pengertian Kant mengenai ruang dan waktu ini berbeda dengan ruang dan waktu
dalam pandangan Newton. Kalau Newton menempatkan ruang dan waktu ‘di luar’
manusia, kant mengatakan bahwa keduanya adalah apriori sensibilitas.
Maksud Kant, keduanya sudah berakar di dalam struktur subjek. Ruang bukanlah
ruang kosong, ke dalamnya suatu benda bisa ditempatkan; ruang bukan merupakan
“ruang pada dirinya sendiri” (Raum an sich). Dan waktu
bukanlah arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan berlangsung, tetapi ia
merupakan kondisi formal dari fenomena apapun, dan bersifat apriori yang
bisa diamati dan diselidiki hanyalah fenomena-fenomena atau
penampakan-penampakannya saja, yang tak lain merupakan sintesis antara
unsur-unsur yang datang dari luar sebagai materi dengan bentuk-bentuk apriori
ruang dan waktu di dalam struktur pemikiran manusia.
b. Tingkat Akal Budi (Verstand)
Bersamaan dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara
spontan. Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga
menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini akal budi bekerja dengan bantuan
fantasinya (Einbildungskraft). Pengetahuan akal budi baru
diperoleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi tadi dengan
bentuk-bentuk apriori yang dinamai Kant dengan ‘kategori’, yakni
ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis dalam diri manusia.
c. Tingkat intelek / Rasio (Versnunft)
Idea ini sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk
untuk pemikiran (seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan
petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an sich tidak pernah bisa diamati). Tugas
intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat
dibawahnya, yakni akal budi (Verstand) dan tingkat pencerapan
inderawi (Senneswahnehmung). Dengan kata lain, intelek dengan
idea-idea argumentatif.
Kendati Kant menerima ketiga idea itu, ia berpendapat bahwa mereka tidak
bisa diketahui lewat pengalaman. Karena pengalaman itu, menurut kant, hanya
terjadi di dalam dunia fenomenal, padahal ketiga Idea itu berada di dunia
noumenal (dari noumenan = “yang dipikirkan”, “yang tidak
tampak”, bhs. Yunani), dunia gagasan, dunia batiniah. Idea mengenai jiwa, dunia
dan Tuhan bukanlah pengertian-pengertian tentang kenyataan indrawi, bukan
“benda pada dirinya sendiri” (das Ding an Sich). Ketiganya
merupakan postulat atau aksioma-aksioma epistemologis yang berada di luar
jangkauan pembuktian teoretis-empiris.
Sumber: Hakim, Atang
Abdul, dkk. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar