Pandangan
Aliran Pragmatisme Dalam Pendidikan
Sejak
dahulu hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri terhadap
kemungkinan diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal untuk menjawab
permasalahan global. Banyak teori telah diadopsi untuk mencapai tujuan
tersebut. Termasuk teori pragmatis dari aliran Filsafat pragmatisme mencoba
mengisi ruang dan waktu untuk turut mencari solusi terbaik terhadap model
pendidikan yang dianggap selangkah ketinggalan dengan perkembangan pola pikir
manusia itu sendiri.
Seiring
dengan perkembangan, dunia pendidikan berupaya menyelaraskan antara eksplorasi
pikiran manusia dengan solusi tindakan bersama perangkatnya untuk mencapai
puncak temuan. Tekanan utama pragmatisme dalam pendidikan selalu dilandaskan
bahwa subjek didik bukanlah objek, melainkan subjek yang memiliki pengalaman.
Setiap subjek didik tidak lain adalah individu yang mengalami sehingga mereka
berkembang, serta memiliki insiatif dalam mengatasi problem-problem hidup yang
mereka miliki.
Dalam
pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik saat
belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh
karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman
hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini pengalaman
belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar
sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh
dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan
pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan
dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasilan.
Model
pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara
berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam
masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab terhadap beban
dan kewajiban masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak sebagai
fasilitator dan motivator. Model pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat
anak untuk terus belajar, serta anak dilatih berpikir secara logis.
Implikasi Pragmatisme dalam Pendidikan
a.
Tujuan Pendidikan
Filosof
paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan
pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan
yang baik.
Tujuan-tujuan pendidikan tersebut
meliputi:
1.
Kesehatan yang baik
2.
Keterampilan-keterampilan dan
kejujuran dalam bekerja
3.
Minat dan hobi untuk kehidupan yang menyenangkan
4.
Persiapan untuk menjadi orang tua
5.
Kemampuan untuk bertransaksi secara
efektif dengan masalah-masalah sosial
Tambahan
tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya
demokrasi.Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan
pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan
kehidupan sosial.
b. Kurikulum
Menurut para filosof paragmatisme,
tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting
trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan
masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan
siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.
c. Metode
Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih
mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method)
serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method).
Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat
pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka,
antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan
bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh
siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
d. Peranan
Guru dan Siswa
Dalam
pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa.
Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat
dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi
suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan
kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk
membantu siswa guru harus berperan:
1. Menyediakan
berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan,
dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk
memunculkan minat siswa.
2. Membimbing
siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
3. Membimbing
merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan
suatu masalah.
4. Membantu
para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
5. Bersama-sama
kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya,
dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Edward
J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan
organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan
guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut
campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan
dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah
progresivisme.Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme
yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional.Anti
terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
Sumber: Sadulloh Uyoh. 2003. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar