Rabu, 21 Desember 2016

Pemaduan Filsafat Dengan Agama Menurut Ibnu Rusyd



Ibnu Rusyd ikut serta mengadakan pemaduan antara agama dengan filsafat, bahkan melebihi orang-orang yang sebelumnya karena ia telah memberikan uraian yang cukup panjang dan mendalam. Ibnu Rusyd menguraikan empat persoalan yaitu:
1. Keharusan berfilsafat menurut syara, menurut Ibnu Rusyd,fungsi filsafat tidak lebih dari pada mengadakan penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk menemukan Zat yang membuatnya.
2. Keharausan Takwil, filosof-filosof Islam sepakat pendapatnya bahwa akal dan wahyu kedua-duanya menjadi sumber pengetahuan dan alat untuk mencapai kebenaran.Akan tetapi dalam Al Qur’an maupun hadist banyak Nas-nas yang menurut lahirnya berlawanan dengan filsafat, bagi Ibnu Rusyd, Nas-nas itu bisa di takwilkan sepanjang aturan-aturan takwil dalam bahasa Arab, seperti halnya kata-kata dari Syara’ bisa di Takwilkan pula dari segi aturan fiqih.
3. Aturan-aturan takwil, Ibnu Rusyd meletakan beberapa aturan sebagai pegangan dalam melakukan takwil, yaitu;
a. Setiap orang harus menerima dasar-dasar (prinsif-prinsif) Syara’dan mengikutinya, serta menginsyapi bahwa syara’ melarang untuk mngatakan hal-hal yang disinggung-singgung olehnya.
b. Yang berhak mengadakan takwil hanya golongan filosof semata-mata,bahkan filosof-filosof tertentu saja yang mendalami ilmunya.
c. Hasil penakwilan hanya bisa dikemukakan kepada golongan pemakai qiyas-burhani jelasnya filosof-filosof bukan kepada masyarakat awan, karena orang awam hanya lahir Nas.Orang-orang awam tidak dapat memahami penakwilan itu kalau penakwilan itu benar, jikalau penakwilan itu salah maka akan sesat.karena penakwilan di luar kesanggupan mereka. Surat (Al Imron:7’, yang artinya, “Tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Tuhan sendiri).
d. Kaum Muslimin sudah sepakat pendapatnya, bahwa dalam Syara’ada tiga bagian yaitu: (1) bagian yang harus diartikan menurut lahirnya. (2) bagian yang harus ditakwilkan. (3) bagian yang masih diperselisihkan.
4. Kedudukan wahyu dan pertaliannya dengan akal. Meskipun Ibnu Rusyd memuja kekuatan akal dan mempercayai kesanggupannya untuk mengetahui namun ia menyatakan bahwa dalam dunia ini ada hal-hal yang diluar kesanggupan akal pikr manusia untuk diketahuinya, karena itu ia menyatakan harus kembali kepada Wahyu yang diturunkan untuk pengetahuan penyempurnaan akal.
Dalam persoalan agama dan filsafat mereka dengan tegas memihak kepada al-Ghozali, pengarang Tahafutul Falasifah yang berisi serangan pedas terhadap filsafat dan filosof-filosof.
Dengan segala ketekunan Ibnu Rusyd harus mengadakan pemaduan antara agama dan filsafat, karena adanya serangan yang berat dari al-Ghozali terhadap filsafat dan karena ia sangat menjunjung tinggi Aristoteles. Karena itu, ia harus memberikan serangan-serangan terhadap al-Ghozali dan menyatakan bahwa filsafat tidak berlawanan dengan agama bahkan mengokohkannya dan menjelaskan perumusan-perumusannya.
Menurut Ibn Rusyd, fungsi filsafat tidak lebih dari pada mengadakan penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk merumuskan Zat yang membuatnya.
Orang yang mempelajari filsafat tidak bisa meninggalkan buku-buku Yunani, karena seseorang tidak bisa membangun filsafat yang baru sama sekali, sebab filsafat itu adalah kerja seluruh umat manusia dalam semua generasinya. Kalau lapangan tehnik dan ilmu pengetahuan tidak bisa diselesaikan (disemprnakan) oleh seorang diri, maka lebih lagi ilmu filsafat, induk dari segala ilmu pengetahuan.

Sumber:
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya
A. Hanafi MA. Pengantar Filsafat Islam. (Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1969).
Endang Saifuddin Anshari.  Ilmu, Filsafat dan Agama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar