Ibnu Rusyd ikut serta mengadakan pemaduan
antara agama dengan filsafat, bahkan melebihi orang-orang yang sebelumnya
karena ia telah memberikan uraian yang cukup panjang dan mendalam. Ibnu Rusyd menguraikan empat persoalan yaitu:
1. Keharusan
berfilsafat menurut syara, menurut Ibnu Rusyd,fungsi filsafat tidak lebih
dari pada mengadakan penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai
jalan untuk menemukan Zat yang membuatnya.
2. Keharausan
Takwil, filosof-filosof Islam sepakat pendapatnya bahwa akal dan wahyu
kedua-duanya menjadi sumber pengetahuan dan alat untuk mencapai kebenaran.Akan
tetapi dalam Al Qur’an maupun hadist banyak Nas-nas yang menurut
lahirnya berlawanan dengan filsafat, bagi Ibnu Rusyd, Nas-nas itu bisa
di takwilkan sepanjang aturan-aturan takwil dalam bahasa Arab, seperti halnya
kata-kata dari Syara’ bisa di Takwilkan pula dari segi aturan fiqih.
3. Aturan-aturan
takwil, Ibnu Rusyd meletakan beberapa aturan sebagai pegangan dalam
melakukan takwil, yaitu;
a. Setiap orang harus
menerima dasar-dasar (prinsif-prinsif) Syara’dan mengikutinya, serta
menginsyapi bahwa syara’ melarang untuk mngatakan hal-hal yang
disinggung-singgung olehnya.
b. Yang berhak
mengadakan takwil hanya golongan filosof semata-mata,bahkan filosof-filosof
tertentu saja yang mendalami ilmunya.
c. Hasil penakwilan
hanya bisa dikemukakan kepada golongan pemakai qiyas-burhani jelasnya
filosof-filosof bukan kepada masyarakat awan, karena orang awam hanya lahir Nas.Orang-orang
awam tidak dapat memahami penakwilan itu kalau penakwilan itu benar, jikalau
penakwilan itu salah maka akan sesat.karena penakwilan di luar kesanggupan
mereka. Surat (Al Imron:7’, yang artinya, “Tidak ada yang mengetahui
takwilnya kecuali Tuhan sendiri”).
d. Kaum Muslimin sudah
sepakat pendapatnya, bahwa dalam Syara’ada tiga bagian yaitu: (1) bagian yang
harus diartikan menurut lahirnya. (2) bagian yang harus ditakwilkan. (3) bagian
yang masih diperselisihkan.
4. Kedudukan wahyu
dan pertaliannya dengan akal. Meskipun Ibnu Rusyd memuja kekuatan
akal dan mempercayai kesanggupannya untuk mengetahui namun ia menyatakan bahwa
dalam dunia ini ada hal-hal yang diluar kesanggupan akal pikr manusia untuk
diketahuinya, karena itu ia menyatakan harus kembali kepada Wahyu yang
diturunkan untuk pengetahuan penyempurnaan akal.
Dalam persoalan agama dan filsafat mereka dengan tegas memihak kepada
al-Ghozali, pengarang Tahafutul Falasifah yang berisi serangan pedas
terhadap filsafat dan filosof-filosof.
Dengan segala ketekunan Ibnu Rusyd harus mengadakan pemaduan antara
agama dan filsafat, karena adanya serangan yang berat dari al-Ghozali terhadap
filsafat dan karena ia sangat menjunjung tinggi Aristoteles. Karena itu, ia
harus memberikan serangan-serangan terhadap al-Ghozali dan menyatakan bahwa
filsafat tidak berlawanan dengan agama bahkan mengokohkannya dan menjelaskan
perumusan-perumusannya.
Menurut Ibn Rusyd, fungsi filsafat tidak lebih dari pada mengadakan
penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk merumuskan
Zat yang membuatnya.
Orang yang mempelajari filsafat tidak bisa
meninggalkan buku-buku Yunani, karena seseorang tidak bisa membangun filsafat
yang baru sama sekali, sebab filsafat itu adalah kerja seluruh umat manusia
dalam semua generasinya. Kalau lapangan tehnik dan ilmu pengetahuan tidak bisa
diselesaikan (disemprnakan) oleh seorang diri, maka lebih lagi ilmu filsafat,
induk dari segala ilmu pengetahuan.
Sumber:
Departemen Agama RI. Al-Quran
dan Terjemahannya
A. Hanafi MA. Pengantar Filsafat Islam. (Jakarta
: PT. Bulan Bintang. 1969).
Endang Saifuddin Anshari.
Ilmu, Filsafat dan Agama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar