Kampung
Naga terletak di Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan suatu perkampungan yang
dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat
peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda.
Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi
mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh
Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung Naga yang beretnis sunda memang mempunyai
beberapa kesamaan dengan adat istiadat orang sunda di tempat lain seperti
menghormati dan mendahului apa yang dikatakan seorang Ayah, makan lesehan,
menggunakan bahasa sunda yang halus dalam percakapan lintas generasi. Berikut beberapa adat istiadat
yang terdapat di Kampung Naga, diantaranya:
1. Menyepi
Upacara
menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari
sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan
wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab
itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya.
Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada
dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan
adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat
dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
2. Hajat Sasih
Upacara
Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat
tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari
upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung
Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang
mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
Upacara
Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai
berikut:
a. Bulan
Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
b. Bulan Maulud
(Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
c. Bulan Rewah
(Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
d. Bulan Syawal
(Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
e. Bulan
Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara
Hajat Sasih sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian waktu
tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga
ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan
membersihkan makam. Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa
tahap upacara. Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan. Upacara
ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di tempat itu
juga kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka berjalan menuju
mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dahulu dan masuk kedalam
sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu
dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena mesjid
merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi
yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh /
Tua kampung selesai mandi kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian
upacara mereka tidak menuju ke mesjid, melainkan ke Bumi Ageung. Di Bumi
Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan parukuyan untuk nanti di bawa ke
makam. Setelah siap kemudian mereka keluar. Lebe membawa lamareun dan punduh
membawa parukuyan menuju makam. Para peserta yang berada di dalam mesjid keluar
dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka berjalan beriringan
sambil masing-masing membawa sapu lidi. Ketika melewati pintu gerbang makam
yang di tandai oleh batu besar, masing-masing peserta menundukan kepala sebagai
penghormatan kepada makam Eyang Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak ada yang masuk
ke dalamnya. Adapun Lebe dan Punduh setelah menyerahkan lamareun dan parakuyan
kepada kuncen kemudian keluar lagi tinggal bersama para peserta upacara yang
lain. Kuncen membakar kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta izin ) kepada Eyang
Singaparna. Ia melakukan unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah
makam. Arah barat artinya menunjuk ke arah kiblat.
Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk, kemudian ia
mempersilahkan para peserta memulai membersihkan makam keramat bersama-sama.
Setelah membersihkan makam, kuncen dan para peserta duduk bersila mengelilingi
makam. Masing-masing berdoa dalam hati untukmemohon keselamatan, kesejahteraan,
dan kehendak masing-masing peserta. Setelah itu kuncen mempersilakan Lebe untuk
memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para peserta secara bergiliran
bersalaman dengan kuncen. Mereka menghampiri kuncen dengan cara berjalan
ngengsod. Setelah bersalaman para peserta keluar dari makam, diikuti oleh
punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan dan sapu lidi disimpan di "para"
mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi tersebut dicuci oleh masing-masing peserta
upacara di sungai Ciwulan, sedangkan lemareun disimpan diBumi Ageung.
Acara selnjutnya diadakan di mesjid. Setelah para
peserta upacara masuk dan duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang
wanita yang disebut patunggon sambil membawa air di dalam kendi, kemudian
memberikannya kepada kuncen. Wanita lain datang membawa nasi tumpeng dan
meletakannya di tengah-tengah. Setelah wanita tersebut keluar, barulah kuncen
berkumur-kumur dengan air kendi dan membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan
Ijab kabul sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia
berkumur-kumur terlebih dahulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa
diakhiri dengan ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta
upacara Hajat Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng
bersama-sama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di mesjid, ada pula
yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga mereka.
3. Perkawinan
Upacara
perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah
selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai
berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka
pintu, ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan
diakhiri dengan munjungan.
Upacara
sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat
panyaweran, tepat di muka pintu. mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di
hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan
melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer, penyawer menyelinginya
dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke arah pengantin.
Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut memungut uang
sawer. isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin baru.
Usai
upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog. endog (telur) disimpan
di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian mempelai
perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah itu
mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri
di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka pintu
terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh masing-masing
pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai laki-laki mengucapkan
salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab oleh mempelai perempuan
'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai pintu pun dibuka dan
selesailah upacara buka pintu.
Setelah
upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara ngampar, dan
munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga.
Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua
mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk
berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai pengantin
diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan
dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Kasur kemudian di angkat oleh
beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.
Usai
acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. kedua mempelai bersujud
sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan kuncen.
Akhirnya
selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas. Sebagai ungkapan rasa terima
kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada mereka.
Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk
pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, rengginang,
dan pisang.
Beberapa
hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada
saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan.
Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka selama
acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua mempelai
membawa nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua mempelai
berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan hadiah
seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar