Tujuan filsafat pendidikan dapat dilihat dari beberapa aliran
filsafat pendidikan yang dapat mengembangkan pendidikan itu sendiri yaitu :
1. Idealisme
Idealisme adalah salah satu aliran
filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi
adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena
pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari
aliran realisme.
Idealisme merupakan suatu aliran
yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa terwujud
atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan suatu
aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan.
Tokoh-tokoh Idealisme pada
filsafat pendidikan yaitu, Plato (477 -347 Sb.M), Immanuel Kant (1724 -1804),
Pascal (1623-1662), J. G. Fichte (1762-1914 M.), F. W. S. Schelling
(1775-1854 M.), dan G. W. F. Hegel (1770-1031 M.).
2. Realisme
Dalam arti filsafat
yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real,
benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita
ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita.
Realisme adalah
aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran ada sebagai
suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan intelegensi.
Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari
kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada
hubungannya dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada
pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.
Pada dasarnya
aliran ini berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi
realitas adalah dualistik. Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme
sosial, dan realisme yang bersifat ilmiah. Tokoh realisme
adalah Aristoteles (384 – 332 SM).
3. Pragmatisme
Pandangan ini
dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari amerika. Pragmatisme
dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme dan positivisme.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori
itu bekerja.
Para ahli yang
mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders Piere
(1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme yakni tidak menemukan
kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James (Sadulloh, 2003: 53)
memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah yang didasari oleh
eksperimen (instrumentalisme). John Dewey (Sadulloh, 2003: 54)
mengarahkan pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan
menyebarluaskan filsafat pada masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey
misi filsafat adalah Kritis, konstruktif dan rekonstruktif.
4. Humanisme
Humanisme sebagai sebuah aliran
kefilsafatan yang menempatkan “kebebasan” manusia, baik berfikir, bertindak dan
bekerja, sebagai segalah-galanya, berpengaruh secara signifikan terhadap
munculnya bangunan peradaban modern dan yang lainnya. Epistimologi himuanisme bersandar
diri pada kemampuan rasionalitas manusia dengan segala otoritasnya, terutama
pada abad modern ini.
Kerja dari humanisme ini
adalah mencoba menanusiakan manusia (humanisasi) sebagai manusia, yang selama
ini menusia tidak lebih dipahami sebagai seonggok ‘objek’ atau minimal benda
tanpa mempunyai kekuatan dan kemampuan apa-apa melalui relitas.
Tokoh-tokoh dari
filsafat humanisme ini adalah Jean Jacques Roussea, Abraham Maslow,
dan Carl Roger.
5. Behaviorisme
Pengertian
belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan telah
belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada tingkah lakunya,
apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka belum dikatakan bahwa
ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat mementingkan adanya input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Teori belajar
Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka.
Tokoh-tokoh Behaviorisme adalah John
Watson (1878-1958), Clark L. Hull (1884-1952),
B.F. Skinner, Albert Bandura (1925 – ..).
6. Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt,
1989 dan Matthews, 1994). Von Glaserdfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah
suatu tiruan dari kenyataan (realitas).
Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme
menghendaki agar peserta didik dapat menggunakan kemampuannya secara
konstruktif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu dan
teknologi. Peserta didik harus aktif mengembangkan pengetahuan, sehingga
peserta didik memiliki kreativitas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan,
aliran ini mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif.
Menurut filsafat konstruktivisme (dalam Suparni dkk,
2002: 16) yang berbeda dengan filsafat klasik, pengetahuan itu adalah bentukan
(konstruksi) peserta didik sendiri yang sedang belajar.
Von Glasersfeld (Suparno, 1997: 26-27) membedakan adanya
tiga taraf konstruktivisme diantaranya Kostruktivisme radikal, Realisme Hipotesis,
dan Konstruktivisme yang biasa.
Sumber:
Barnadib,
Imam. (1988). Filsafat Pendidikan.Yogyakarta: IKIP.
Sadulloh, uyoh.
2003. Pengantar Filsafat
Pendidikan. Bandung. Alfabeta.
Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Filsafat
Fajar, Kusuma.
2010. Pendidikan Menurut Aliran
Filsafat Idealisme dan Realisme dan Implikasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah.
Edwar. 2012. Filsafat Pendidikan Pragmatisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar