Sabtu, 10 Desember 2016

Tujuan Filsafat Pendidikan



Tujuan filsafat pendidikan dapat dilihat dari beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat mengembangkan pendidikan itu sendiri yaitu :
1. Idealisme
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme.
Idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan.
Tokoh-tokoh Idealisme pada filsafat pendidikan yaitu, Plato (477 -347 Sb.M), Immanuel Kant (1724 -1804),  Pascal (1623-1662), J. G. Fichte (1762-1914 M.), F. W. S. Schelling (1775-1854 M.), dan G. W. F. Hegel (1770-1031 M.).
2. Realisme
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita.
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.
Pada dasarnya aliran ini berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik. Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial, dan realisme yang bersifat ilmiah.  Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM).
3. Pragmatisme
Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari amerika. Pragmatisme dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme dan positivisme. Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja.
Para ahli yang mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders Piere (1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme yakni tidak menemukan kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James (Sadulloh, 2003: 53) memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah yang didasari oleh eksperimen (instrumentalisme). John Dewey (Sadulloh, 2003: 54)  mengarahkan pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan menyebarluaskan filsafat pada masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey misi filsafat adalah Kritis,  konstruktif dan rekonstruktif.
4. Humanisme
Humanisme sebagai sebuah aliran kefilsafatan yang menempatkan “kebebasan” manusia, baik berfikir, bertindak dan bekerja, sebagai segalah-galanya, berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya bangunan peradaban modern dan yang lainnya. Epistimologi himuanisme bersandar diri pada kemampuan rasionalitas manusia dengan segala otoritasnya, terutama pada abad modern ini.
Kerja dari humanisme ini adalah mencoba menanusiakan manusia (humanisasi) sebagai manusia, yang selama ini menusia tidak lebih dipahami sebagai seonggok ‘objek’ atau minimal benda tanpa mempunyai kekuatan dan kemampuan apa-apa melalui relitas.
Tokoh-tokoh dari filsafat humanisme ini adalah Jean Jacques Roussea, Abraham Maslow, dan Carl Roger.
5. Behaviorisme
Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada tingkah lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka belum dikatakan bahwa ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk  reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Tokoh-tokoh Behaviorisme adalah John Watson (1878-1958), Clark L. Hull (1884-1952), B.F. Skinner, Albert Bandura (1925 – ..).
6. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Von Glaserdfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). 
Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar peserta didik dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif  untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Peserta didik harus aktif mengembangkan pengetahuan, sehingga peserta didik memiliki kreativitas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, aliran ini mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif.
Menurut filsafat konstruktivisme (dalam Suparni dkk, 2002: 16) yang berbeda dengan filsafat klasik, pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) peserta didik sendiri yang sedang belajar. 
Von Glasersfeld (Suparno, 1997: 26-27) membedakan adanya tiga taraf konstruktivisme diantaranya Kostruktivisme radikal, Realisme Hipotesis, dan Konstruktivisme yang biasa.

Sumber:
Barnadib, Imam. (1988). Filsafat Pendidikan.Yogyakarta: IKIP.
Sadulloh, uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Filsafat

Fajar, Kusuma. 2010. Pendidikan Menurut Aliran Filsafat Idealisme dan Realisme dan Implikasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah.
Edwar. 2012. Filsafat Pendidikan Pragmatisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar