Rabu, 21 Desember 2016

Latar Belakang Pemikiran Immanuel Kant



Pemikiran Kant mengalami empat periode perkembangan, yaitu:
a.    Periode pertama ialah ketika ia masih dipengaruhi oleh Leibniz-Wolf, yaitu sampai tahun 1760. Periode ini sering disebut periode rasionalistik.
b.    Periode kedua berlangsung antara tahun 1760–1770, yang ditandai dengan semangat skeptisisme. Periode ini sering disebut periode empiristik karena dominasi pemikiran empirisme Hume. Karyanya yang muncul dalam periode ini adalah Dream  of a Spirit  Seer.
c.    Periode ketiga dimulai dari inaugural disertasinya pada tahun 1770. Periode ini bisa dikenal sebagai periode kritis. Karyanya yang muncul dalam periode ini diantaranya: The Critique of Pure Reason (1781), Prolegomena to any Future Methaphysics (1787), Metaphysical Foundation of Rational Science (1786),  Critique of Practical Reason (1788), Critique of Judgment (1790).
d.   Periode keempat berlangsung antara tahun 1790 sampai tahun 1804. Pada periode ini Kant mengalihkan perhatiannya pada masalah religi dan problem-problem sosial. Karya Kant yang terpenting pada periode keempat adalah Religion within the Limits of Pure Reason (1794) dan sebuah kumpulan essei berjudul Eternal Peace (1795).
Pada awalnya Immanuel Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Rasionalisme berpendirian bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subyeknya, lepas dari pengalaman. Sedangkan empirisme berpendirian bahwa pengalaman menjadi sumber pengetahuan. Empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja.
Menurut Kant, pengenalan manusia merupakan sintesis antara unsur-unsur a priori dan unsur-unsur a posteriori, yaitu unsur rasio/akal dan juga unsur inderawi/pengalaman. Menurutnya akal murni itu terbatas, menghasilkan pengetahuan tanpa dasar inderawi atau independen dari alat pancaindera.
Hal inilah yang kemudian memicu Kant bersikap kritis untuk menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia, yang kemudian melahirkan filsafat kritisisme, atau ada juga yang menyebutnya dengan Kanteisme. Dari sikap kritis Kant itulah muncul pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya:
1.    Apa yang dapat saya ketahui?
2.    Apa yang harus saya lakukan?
3.    Apa yang boleh saya harapkan?

Sumber: Praja, Juhaya. S. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Kencana, 2010.
Hakim, Atang Abdul, dkk. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar