Candi
Prambanan terletak di lingkungan Taman Wisata Prambanan, kurang lebih 17 km ke
arah timur dari Yogyakarta, tepatnya di Desa Prambanan Kecamatan Bokoharjo.
Lokasinya hanya sekitar 100 m dari jalan raya Yogya-Solo, sehingga tidak sulit
untuk menemukannya. Sebagian dari kawasan wisata yang yang terletak pada
ketinggian 154 m di atas permukaan laut ini termasuk dalam wilayah Kabupaten
Sleman. sedangkan sebagian lagi masuk dalam wilayah Klaten.
Candi
Prambanan merupakan candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini
belum dapat dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun
kuat dugaan bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh
raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan tersebut
didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan
saat ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778
Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.
Pemugaran
Candi Prambanan memakan waktu yang sangat panjang, seakan tak pernah selesai.
Penemuan kembali reruntuhan bangunan yang terbesar, yaitu Candi Syiwa,
dilaporkan oleh C.A. Lons pada tahun 1733. Upaya penggalian dan pencatatan
pertama dilaksanakan di bawah pengawasan Groneman. Penggalian diselesaikan pada
tahun 1885, meliputi pembersihan semak belukar dan pengelompokan batu-batu
reruntuhan candi.
Denah asli
Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga
pelataran, yaitu Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron
(pelataran dalam). Halaman luar merupakan areal terbuka yang mengelilingi
pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran
ini dahulu dikelilingi oleh pagar batu yang kini sudah tinggal reruntuhan.
Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui
apakah semula terdapat bangunan atau hiasan lain di pelataran ini.
Di tengah
pelataran luar, terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang berbentuk
persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar
batu yang saat ini juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras
berundak, makin ke dalam makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang
terbawah, terdapat 68 candi kecil yang berderet berkeliling, terbagi dalam
empat baris oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat
60 candi, di teras ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras
teratas, terdapat 44 candi. Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai
bentuk dan ukuran yang sama, yaitu luas denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m.
Hampir semua candi di pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur.
Yang tersisa hanya reruntuhannya saja.
Pelataran
dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap
sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas
110 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran
tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di keempat sisinya
terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini hanya gapura di sisi
selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas
terdapat sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2
dengan tinggi 4 m.
Di pelataran
dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di barisan
barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling
utara adalah Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan adalah
Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke
barat. Ketiga candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan), karena
masing-masing candi diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan
tunggangan dewa yang candinya terletak di hadapannya.
Candi
yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan
Candi Syiwa adalah Candi Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan Candi Brahma
adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan
membentuk lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi mempunyai bentuk
dan ukuran yang sama, yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan
tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah
candi kecil yang saling berhadapan, yang disebut Candi Apit.
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini
terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi arah hadap bangunan
ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang
timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
- 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma
- 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
- 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan
- 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
- 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
- 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan. Aslinya
terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan. Tetapi kini
hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti
serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi
perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu yang
berserakan.
Candi Siwa
Halaman dalam adalah zona paling suci
dari ketiga zona kompleks
candi.
Pelataran ini ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung
pagar batu dengan empat gerbang di empat penjuru mata angin. Dalam halaman
berpermukaan pasir ini terdapat delapan candi utama; yaitu tiga candi utama
yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"), dipersembahkan untuk
tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu
Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.
Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus
tetinggi di kompleks candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan lebar
34 meter. Puncak mastaka atau kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan
intan atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan pada
kemuncak candi Buddha. Candi Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief
yang menceritakan kisah Ramayana; terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas
pagar langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk
mengikuti kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu
melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah
jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap
arah mata angin
dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di
tengah candi. Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam
sebuah arca
Siwa Mahadewa
(Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki
Lakçana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala
(tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota keagungan), dan trinetra
(mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki empat lengan yang memegang atribut
Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda
pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita
(tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan cawat
dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau
di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa ini merupakan
perwujudan raja Balitung sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta
dia. Sehingga ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan
dewa penitisnya yaitu Siwa. Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas landasan
persegi berbentuk yoni
yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga
(kobra).
Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran
lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya,
Ganesha
putra Siwa di ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri
Siwa, Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi
Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka.
Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing)
oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara
Jonggrang.
Candi Brahma
dan Candi Wishnu
Dua candi
lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya dipersembahkan
kepada Brahma,
yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini menghadap ke timur dan hanya
terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa ini. Candi Brahma
menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca Wishnu yang berukuran
tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan Wishnu adalah sama, yakni lebar
20 meter dan tinggi 33 meter.
Candi Wahana
Tepat di
depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi Brahma
dan Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana
dewa-dewa ini; sang lembu Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan
sang Garuda
wahana Wisnu. Candi-candi wahana ini terletak tepat di depan dewa
penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi, di dalamnya terdapat
arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di kiri dan kanannya
mengapit arca Chandra
dewa bulan dan Surya
dewa matahari. Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda,
sedangkan Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7 kuda. Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong dan tidak
ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca Angsa sebagai
kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi Wishnu terdapat candi yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi
ini tidak ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam
candi ini. Hingga kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia, yaitu
sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Candi Apit,
Candi Kelir, dan Candi Patok
Di antara
baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi
Apit hampir sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan
tapak denah 6 x 6 meter. Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil
berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya menyerupai pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat
meletakan canang atau sesaji, sekaligus sebagai aling-aling di depan pintu
masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat penjuru
mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya.
Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi
sekitar 2 meter.
Candi
Perwara
Dua dinding
berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan
orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225
meter di tiap sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona
kedua. Zona kedua terdiri atas 224 candi perwara yang disusun dalam empat baris
konsentris. Candi-candi ini dibangun di atas empat undakan teras-teras yang
makin ke tengah sedikit makin tinggi. Empat baris candi-candi ini berukuran
lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi Perwara"
yaitu candi pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara disusun dalam
empat baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52
candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar terdiri
atas 68 candi.
Masing-masing
candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter, dan
jumlah keseluruhan candi perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua candi
perwara ini memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya,
kecuali 16 candi di sudut yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke
dua arah luar. Jika kebanyakan atap candi di halaman
dalam zona inti berbentuk wajra, maka atap candi perwara berbentuk ratna yang
melambangkan permata.
Aslinya ada
banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah
dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa
candi-candi ini dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti
dan persembahan bagi raja. Sementara ada pendapat yang mengaitkan empat baris
candi perwara melambangkan empat kasta, dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang boleh
memasuki dan beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh dimasuki
kasta Brahmana,
berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya,
Waisya,
dan Sudra.
Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara candi perwara dan
empat kasta. Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau
tempat bertapa (meditasi) bagi pendeta dan umatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar