Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme
Pragmatism berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya yang
dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, dan tindakan. Menurut teori ini benar
tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung pada asas
manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan
salah jika tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia. Teori, hipotesa
atau ide adalah benar apabila ia mambawa kepada akibat yang memuaskan, apabila
ia berlaku pada praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti
oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi
kebenaran ialah apa saja yang berlaku.
Artinya, suatu
pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Teori pragmatis ini pertama
kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang
terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Our Ideas Clear”.
Dari pengertian
diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori koherensi dan
korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif, sedangkan
pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan dengan cara menguji
melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya.
Pegangan
pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima pengalaman
pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa akibat
praktis yang bermanfaat.
Sumber:
Ahmad, Beni Saebani. “FILSAFAT ILMU: Kontemplasi Filosofis tentang
Seluk-beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan”. Bandung: Pustaka Setia,
2009
Kattsoff, Louis O. “Pengantar Filsafat”. Yogyakarta: Tiara
Wacana. 2004
Adib, Muhammad. “FILSAFAT ILMU: Ontologi, Epistimologi,
Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan”. Yogyakarta: Puataka Pelajar. 2010
Suriasumantri, Jujun S. “FILSAFAT ILMU: Sebuah Pengantar Populer”.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar